Selama bertahun-tahun sistem pengapian CDI (Capasitor
Discharge Ignition) menjadi misteri dalam dunia elektronika otomotif, jika pun
ada yang mampu membuatnya, itu hanya replika atau rangkaian yang mendekati. CDI
selain misteri dalam rangkaian juga misteri dalam komponen, karena untuk
beberapa jenis komponen yang ada dalam built-in CDI pabrikan tidak tersedia
dipasaran. Mungkinkah nomor seri komponen diubah oleh pabrikan atau memang
pabrikan memiliki blue-print sendiri mengenai komponen dengan nomor seri
tertentu? Entahlah, yang jelas sampai hari ini pun masih banyak perusahaan
otomotif yang menyembunyikan cetak biru dari komponen CDI. Terlepas dari
kontroversi tentang CDI pabrikan, pada kesempatan kali ini penulis akan berbagi
tips dan trik cara membuat sendiri CDI untuk motor bensin berkapasitas kecil.
Rangkaian ini telah di coba di lab pribadi dan sampai hari ini masih diujicoba
tanpa menemukan kendala berarti. Modul CDI yang akan kita buat, penulis adopsi
dari situs siliconchip yang
dibuat oleh John Clarke.
Sebelum panjang lebar membahas tentang
Modul CDI ini mungkin ada yang bertanya, berapa harga yang dihabiskan untuk
membuat Modul CDI ini? Jangan kaget, dengan kualitas rangkaian dan komponen
yang hampir sama dengan versi original, kita hanya mengeluarkan dana sebesar
kurang dari Rp. 50.000,-, bandingkan dengan Modul CDI original pabrikan yang
dibandrol hampir Rp. 500.000,-. Perbedaan harga inilah yang kadang kita
pertanyakan dan membuat kita terheran-heran, bahkan logika kita saja kadang
tidak bisa membenarkan harga yang dibanderol untuk Modul CDI pabrikan.
CDI merupakan perbaikan besar dalam sistem pengapian magnet.
Modul CDI selain mampu memberikan kualitas percikan yang stabil juga mampu
menjaga titik poin yang tepat, tahan lama, bebas perawatan, tidak diperlukan
penggantian periodik, dan bebas penyetelan.
Salah satu kelemahan CDI adalah bahwa Modul CDI ini tidak
bisa bertahan selama-lamanya, mungkin saja gagal bekerja ditengah perjalanan.
Kegagalan fungsi mungkin saja berasal kumparan pembangkit (generator coil),
koil pengapian (ignition coil), atau mungkin saja dari modul CDI itu sendiri.
Dan jika itu terjadi berarti kita harus mempersiapkan dana penggantian yang
tidaklah murah.
Modul CDI yang akan dijelaskan dapat digunakan sebagai unit
pengganti modul CDI asli pabrikan yang sudah tidak mampu bekerja dengan baik.
Modul CDI ini berpadu selaras dengan generator AC yang kemudian memicu koil untuk
memberikan tegangan tinggi dan akhirnya memercikan bunga api melalui busi untuk
membakar campuran udara dan bahan bakar yang telah terkompresi pada ruang
bakar. Sebagian besar sistem pengapian CDI bekerja dengan cara kerja yang sama
namun mungkin saja terdapat variasi dalam desainnya. Pada beberapa modul CDI
yang tersedia dipasaran ada yang menggunakan metode polaritas terbalik dalam
membangkitkan tegangan, dan dalam kasus ini modul CDI yang akan kita buat
tidaklah cocok.
Saya sebagai penulis artikel ini tidak bisa menjamin bahwa
modul CDI ini mampu bekerja pada semua jenis mesin. Namun, karena modul CDI ini
menggunakan komponen murah dan tersedia banyak dipasaran, mungkin anda patut
untuk mencobanya dari pada harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk menebus
modul CDI original.
Bagaimana Modul CDI ini Bekerja?
Gambar 1 menunjukan hubungan pengkabelan yang umum pada
sistem pengapian CDI. Generator (Dinamo) menghasilkan tegangan tinggi untuk
mengisi kapasitor didalam modul CDI, sedangkan kumparan pemicu (Trigger Coil)
memberikan sinyal untuk membuang muatan tegangan tinggi yang sudah tertampung
pada kapasitor menuju ke koil pengapian (Ignition Coil). Sebuah saklar (Kill
Switch) digunakan untuk menghentikan pasokan tegangan tinggi dari generator
agar sistem pengapian berhenti bekerja. Saklar ini bekerja dengan membuang
tegangan tinggi dari generator menuju ke masa.
Gambar 2 menunjukan cara kerja modul CDI. Sistem pengapian
CDI terdiri dari komponen utama sebagai berikut; Ignition Coil, sebuah
Kapasitor (C1), dan sebuah Silicon Controlled Rectifier (SCR). SCR digunakan
sebagai saklar utama. Ia memiliki impedansi tinggi sampai akhirnya tegangan
kecil dari Trigger Coil (biasa disebut pulser) memicu gate (gerbang) dan katoda
(Cathode). Tegangan dari Trigger Coil memicu gate dan mengaktifkan SCR sehingga
tegangan mengalir dari anoda menuju ke katoda. SCR adalah layaknya diode yang
bersifat semiconductor. Setelah dipicu, maka SCR kembali nonaktif hingga arus
yang mengalir jatuh hingga mendekati nol.
Pada mulanya, SCR tidak aktif dan kapasitor C1 kosong.
Tegangan positif dari generator kemudian mengisi C1 melalui D1 dan lilitan
primer koil (Primary Winding). Aliran arus digambarkan dengan garis putus warna
merah (Charge Current Ic)
Ketika SCR dipicu oleh Trigger Coil (pulser) sehingga ON,
arus mengalir kembali melalui lilitan primer (Primary Winding). Aliran arus
digambarkan dengan garis hijau putus-putus (Discharge Current ID).
Saat terjadi pengosongan cepat (Fast Discharge) pada kapasitor (C1), ini
mengakibatkan lilitan sekunder terinduksi sehingga tegangan tinggi pun terjadi
pada ignition coil, tegangan tinggi mengalir menuju ke busi (Spark Plug) dan
terjadilah percikan bunga api.
Setelah busi berhenti memercik, arus balik yang terjadi
dimanfaatkan untuk mengisi ulang kapasitor C1 melalui dioda D2. Biasanya,
generator mampu membangkitkan arus sekitar 1A untuk pengisian kapasitor dengan
tegangan sekitar 350V. Jika C1 sebesar 1mF, maka dibutuhkan waktu pengiasan
sekitar 350 milidetik - lebih cepat dibanding waktu yang diperlukan untuk
percikan bunga api, bahkan pada mesin dengan kecepatan tinggi sekalipun.
Tidak Ada Percepatan RPM
Hal ini harus diperhatikan bahwa Modul CDI ini tidak
disertai percepatan RPM, dan ini berarti pula bahwa Trigger Coil (pulser)
memberikan waktu picu yang relatif tetap, ini adalah hal umum pada mesin bensin
berkapasitas kecil. Beberapa mesin yang menggunakan sistem percepatan RPM
menggunakan trigger coil dan bentuk desain inti medan magnet khusus. Hal ini
dengan tujuan untuk memberikan waktu percikan yang sesuai dengan tingkat
percepatan RPM mesin. Peningkatan percepatan RPM bisa dicapai oleh modul CDI
dengan mendesain inti Trigger Coil berbentuk tangga (berjenjang) sehingga menciptakan
celah (gap). Celah yang lebih lebar merupakan waktu picu awal (leading) dan
yang memiliki celah sempit merupakan waktu picu lanjutan (trailing). (Lihat
Gambar 3)
Pada saat kecepatan rendah pengelolaan tegangan coil yang
diperlukan di picu dari sisi trailing (celah sempit) pada medan magnet dan
kemudian bertahap sesuai dengan percepatan mesin, sisi leading (celah lebar)
akan mampu memicu induksi tegangan lebih cepat untuk menaikan waktu percikan.
(Lihat Gambar 4)
Pada modul CDI versi lainnya menggunakan sistem pengajuan
elektronik namun ini membutuhkan daya tambahan untuk sirkuit. Rangkaian jenis
ini biasanya hanya digunakan pada Modul CDI bersumber tegangan baterei (DC).
Rincian Sirkuit
Susunan rangkaian yang paling sederhana untuk modul CDI
diperlihatkan pada Gambar 5. Tegangan dan lilitan pembangkit (Generator)
mengisi kapasitor C1 (dan C2) melalui dioda D1 dan mengalir menuju lilitan
primer. Sedangkan D2 seperti dijelaskan diatas digunakan untuk mengalirkan arus
balik dari ignition coil setelah kapasitor kosong.
Dua resistor 1mw dirangkai seri pada kedua kaki kapasitor
(C1) yang digunakan untuk mengosongkan kapasitor jika SCR tidak nonaktif. Ini
digunakan sebagai fitur keamanan yang mencegah kejutan listrik ketika anda
menghubungkan kapasitor. Dibutuhkan sekitar 2 detik untuk pengosongan total
kapasitar pada kapasitor hingga mencapai nilai aman.
Telah disediakan tempat penyimpanan 2 kapasitor (discharge)
pada PCB yang bisa anda unduh pada link dibawah, yaitu untuk posisi C1 dan C2.
Kita biasa menggunakan dua kapasitor 0.47mf atau dua kapasitor 1mf. Sebuah
kapasitor dengan kapasitas tinggi akan menghasilkan energi percikan yang lebih
baik dan lebih besar, asalkan lilitan pembangkit (generator) mampu mengisi
kapasitor dengan maksimal dalam waktu yang diperlukan.
Pulser memberikan sinyal untuk memicu SCR. Ketika tegangan
positif mengalir dari pulser, maka asupa tegangan akan memicu gate SCR melalui
resistor 51 ohm dan dioda D3 (pada gambar rangkaian tertulis D5). D3 mencegah
tegangan balik dari gate sedangkan resistor 51 ohm membatasi tegangan yang
mengalir ke gerbang agar mengalirkan nilai tegangan aman. Sebuah resistor 1k
ohm berfungsi untuk menghubungkan gate ke ground (masa) hal ini untuk mencegah
pemicu palsu, sedangkan kapasitor 100nF digunakan sebagai filter noise dan
transien yang dapat menyebabkan SCR terpicu pada waktu yang salah.
Sebuah saklar (kill switch) digunakan untuk mematikan
generator dengan cara mengalirkan arus ke ground sehingga motor berhenti
beroperasi.
Penyempurnaan Sirkuit
Rangkain serderhana pada Gambar 6 sebenarnya sudah mampu
bekerja dengan baik, namun tambahan sirkuit mampu meningkatkan kinerja modul CD
sehingga lebih konsisten. Rangkaian disempurnakan seperti pada Gambar 7.
Dioda D4 ditambakan pada aliran tegangan utama dari
Generator sehingga terhindar dari pengaruh tegangan negatif pada lilitan
pembangkit hingga kurang dari 0,7 Volt. Tanpa D4, anoda dari dioda D1 dapat
terganggu tegangan -350 Volt dari fluktuasi negatif generator. Jika fluktuasi
terjadi berarti dioda D1 dapat menerima tegangan lebih dari 700 Volt apabila
kapasitor hanya mampu menerima beban +350 Volt.
Jika D1 memiliki kemampuan 1000 Volt, D4 digunakan untuk
sebagai pengendali tegangan diatas maksimum yang bisa saja terjadi, sehingga
tegangan yang mengalir ke dioda D1 akan stabil pada kisaran 350 Volt, hal ini
berarti mengurangi kemungkinan kerusakan pada dioda.
Pemicu pada rangkaian ini juga telah ditingkat melalui dua
cara, yaitu:
Pertama, dengan ditambahkan sebuah kapasitor 10mF secara
seri pada gate dari SCR. Kapasitor ini mencegah pemicu palsu karena
ketidakseimbangan DC dari pulser yang mungkin saja kelebihan positif dari
seharusnya karena sisa kemagnetan pada inti lilitan pembangkit. Resistor 1k ohm
dipasang paralel pada kapasitor yang digunakan untuk mengosongkan muatan pada
kapasitor yang bisa saja muatan sisa tersebut cukup tinggi hingga bisa memicu
SCR. Dioda D5 mencegah kapasitor 10mF dari pengisian polaritas terbalik yang
datang ketika pulser menghasilkan tegangan negatif.
Kedua, ditambahkan sebuah Negative Temperature Coefficient
(NTC) pada gate SCR. Thermistor (nama lain NTC) ini mengurangi resistansi
secara bertahap sesuai dengan peningkatan suhu, ini digunakan untuk mengimbangi
penurunan kebutuahn picuan pada SCR (baik tegangan dan arus) pada suhu yang
lebih tinggi. Secara efektif, thermistor NTC membagi tegangan dengan resistor
51 ohm. Pada suhu 25oC, thermistor adalah 500 ohm sehingga
melemahkan sinyal dari kumaparan pemicu hingga 91%. Namun pada suhu 100oC,
nilai resistansi thermistor NTC mencapai 35 ohm dan sinyal picu dibagi sebesar
41% dari nilai yang dihasilkan Pulser.
Pengelolan dalam tingkatan sinyal dilakukan untuk menyetel
SCR dengan mengurangi tingkatan kebutuhan picu pada temperatur tinggi. Ketika
terjadi kenaikan suhu, sinyal akan lemah sebagai konsekwensinya, maka SCR dan
pulser bekerja pada tegangan yang sama dalam rentang temperatur yang lebih
luas. Tanpa thermistor, SCR akan mengalami perubahan waktu (timing) akibat
perubahan suhu.
Pengujian Generator
Terkadang generator tidak mampu bekerja dengan baik hal ini
mungkin saja karena terjadi korsleting atau kabel terputus. Kita dapat menguji
generator dengan mengukur resistansi pada ujung lilitan pembangkit, yaitu
antara ujung output dan ground. Lilitan yang baik harus memiliki tahanan atau
resistansi kurang dari 200 ohm. Pada dasarnya korsleting (hubungan singkat)
memang sulit diperiksa kecuali kita menggunakan alat khusus pengujian
korsleting. Atau kita bisa memeriksanya secara langsung menggunakan multimeter
dengan cara menghubungkan multimeter pada output dan ground kemudian hidupkan
mesin untuk mengetahu berapa besar tegangan yang dihasilkan. Pastikan bahwa
tegangan yang dihasilkan tidak kurang dari 300 Volt AC. Hati-hati jika
melakukan pengukuran saat mesin hidup, karena tegangan yang dihasilkan
generator cukup untuk membuat kejutan (sengata) pada tubuh manusia.
Jika anda tidak ingin mengambil resiko yang terlalu besar,
cukuplah putar mesin dengan cara di engkol atau di starter, dan pastikan bahwa
tegangan yang dihasilkan generator dengan cara ini berkisar pada 50 Volt AC.
Jika anda memiliki osiloskop, pastikan bahwa gelombang tegangan dapat diukur
dengan pengesetan probe pada 10:1.
Perhatikan dengan baik mengenai polaritas tegangan.
Kapasitor yang digunakan pada modul CDI ini menggunakan tegangan positif untuk
mengisinya sebelum sinyal pemicu terjadi. Jika tegangan generator adalah
negatif sebelum terjadi picuan, maka modul CDI ini tidak cocok untuk mesin
tersebut. Untuk pemeriksaan polaritas ini kita bisa menggunakan multimeter yang
di set untuk pemeriksaan DC Volt, ukur beda potensial tegangan pada kaki anoda
SCR, tegangan pada kaki anoda SCR haruslah positif sebelum gate di picu, dan
menjadi negatif ketika gate sudah dipicu.
Pengujian Trigger Coil (Pulser)
Pengujian pulser dapat dilakukan seperti halnya memeriksa
generator (misal, pengukuran tegangan pada katoda D5 dengan ground kemudian
putar mesin). Tegangan yang dihasilkan memang sangat kecil jika dibandingkan
dengan generator. Mungkin dengan metode engkol atau start mesin, tegangan yang
dihasilkan oleh pulser hanya berkisar di 1 Volt jika menggunakan multitester
yang di set Volt AC. Pengujian sebenarnya haruslah dilakukan dengan modul CDI
secara langsung dan perhatikan bahwa modul CDI bekerja baik ketika pulser
memicu atau ketika pulser tidak memicu.